Welcome To My blog

Be My Friend on Facebook >> Jian Pramasta and Twitter @jiannokturnal

Welcome To My Blog

Be My Friend on Facebook >> Jian Pramasta and Twitter @jiannokturnal

Welcome To My Blog

Be My Friend on Facebook >> Jian Pramasta and Twitter @jiannokturnal

Welcome To My Blog

Be My Friend on Facebook >> Jian Pramasta and Twitter @jiannokturnal

Welcome To My Blog

Be My Friend on Facebook >> Jian Pramasta and Twitter @jiannokturnal

Jumat, 30 November 2012

STRUKTUR DAN PROSES SOSIAL MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN DESA TASIK AGUNG


STRUKTUR DAN PROSES SOSIAL
MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN DESA TASIK AGUNG
REMBANG – JAWA TENGAH
        
        Lokasi penyelidikan
Penyelidikan mengenai struktur dan proses sosial dilakukan di lingkungan masyarakat Kampung Nelayan yang lokasinya berada di Desa Tasik Agung, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
        Tema penyelidikan
Tema penyelidikan yang kami lakukan mengenai struktur dan proses sosial yang ada dimasyarakat Kampung Nelayan, Desa Tasik Agung, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
        Sumber data
Dalam memperoleh data penelitian ini ami menggunakan beberapa sumber data berikut:
        Sumber data primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung, yang terdiri dari warga atau masyarakat desa tasik agung, para nelayan, dan pihak- pihak yang terkait (kepala desa). Sumber primer merupakan sumber yang terpercaya atau relevan, karena disini ada fakta yang dibicarakan oleh warga saat wawancara.
        Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung, seperti buku, internet, Koran, dll. Ini merupakan sumber tambahan untuk memperkuat atau mendukung masalah yang kita bahas.

        Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara memperoleh data- data yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan antara lain sebagai berikut :
        Observasi
Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan langsung dilapangan. Peneliti berada ditempat itu, untuk mendapatkan bukti- bukti yang valid dalam laporan yang akan diajukan.
        Wawancara
Wawancara merupakan suatu percakapan yang dilakukan oleh peneliti kepada narasumber. Dalam wawancara ini peneliti berusaha menggali informasi sebanyak- banyaknya dari masyarakat , dan berfikir kreatif atau kritis untuk mendapatkan data tersebut.
        Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber data yang dapat diperoleh dengan melihat, mengabadikan gambar, mencatat, dan apa yang ada dimasyarakat tasik agung rembang.
        Teknik analisis Data
Menurut Patton, analisa data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Hal ini dikemukakan oleh Puji Lestari (2006 dalam Widagdo, 2010). Dalam tahap ini, peneliti melakukan analisa data selama proses pengumpulan data masih berlangsung dan setelah selesai mengumpulkan data.
Data yang telah diperoleh di lapangan kemudian diproses dan diolah sehingga didapat kesimpulan dari hasil penelitian. Proses analisa data menurut Miles dan Huberman (dalam Widagdo, 2010) dilakukan melalui empat tahap, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
        Pengumpulan data
Hal pertama yang dilakukan adalah dengan cara menggali data dari berbagai sumber, yaitu dengan wawancara, pengamatan yang kemudian diuliskan dalam catatan lapangan, memanfaatkan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan lain sebagainya.
        Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses dimana peneliti melakukan pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar dari catatan tertulis di lapangan. Hal tersebut dikemukakan oleh Matthew B Miles dan A. Michael Huberman (1992 dalam Widagdo,2010). Reduksi data dibuat dengan tahapan proses sehingga dapat mempermudah dalam penyajian data maupun penarikan kesimpulan.
        Penyajian data
Penyajian data dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melihat hasil penyelidikan. Banyaknya data yang diperoleh menyulitkan peneliti melihat gambaran hasil penyelidikan maupun penarikan kesimpulan.
        Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan menyangkut intepretasi peneliti, yakni penafsiran makna dari data yang disajikan. Peneliti berusaha mencari makna dari data yang dihasilkan dari penyelidikan serta menganalisa data dan kemudian membuat kesimpulan. Sebelum menarik kesimpulan, peneliti harus mencari hubungan antar detail bahasan untuk kemudian dipelajari, dianalisis dan kemudian disimpulkan. Proses penyimpulan merupakan proses yang membutuhkan pertimbangan yang matang.








        Deskripsi Objek
Kampung Nelayan yang merupakan lokasi penelitian terletak di desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah. Tasik Agung merupakan desa pesisir yang berada disebelah utara jalur Pantura. Batas-batas desa Tasik Agung meliputi:
utara: laut Jawa
timur : pantai Kartini yang sekarang menjadi Dampo Awang Beach
barat : desa Tanjung Sari yang dibatasi oleh sungai Karanggeneng
selatan : desa Sumberjo.
Pelabuhan Tasik Agung memiliki dermaga sebagai tempat berlabuh kapal-kapal, kemudian memiliki tempat pelelangan ikan (TPI) dengan lahan seluas 3 hektare. TPI dibagi menjadi 2 bagian, yaitu TPI sebelah timur yang produksinya khusus didistribusikan di dalam negri dan TPI sebelah barat yang produksinya khusus diimpor. Fasilitas TPI memiliki fasilitas dermaga bongkar, dermaga muat, turap (spell), jetty, jalan kompleks, dan drainase. Kemudian fasilitas fungsional meliputi lantai lelang, tempat pengepakan, gedung administrasi, timbangan, trais keranjang ikan, kereta pengangkut ikan, tempat jemuran ikan, pabrik es mini. Di samping itu, ada fasilitas penunjang berupa kantor perhubungan, kantor polairut, mushola, kantor HNSI, KUD, dan kendaraan roda dua

        Kajian Teori

        Pokok-Pokok Temuan
                 Differensiasi social
                             Dengan adanya globalisasi di dunia saat ini tentu menpengarng reuhi struktur dan proses social dalam masyarakat. Hal ini juga tidak dapat di hindari oleh masyarakat desa Tasik Agung Rembang. Di desa ini sudah Nampak berbagai perbedaan di dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, di antara perbedaan yang ada, yang paling mencolok adalah perbedaan agama. Jika kita menilik lebih dalam mengenai desa ini, maka akan menemui berbagai bangunan tempat ibadah di antaranya masjid,gereja,kuil,dan wihara. jaraknya pun tidak berjauhan antara bangunan satu dan lainnya. Ini cukup membuktikan bahwa masyarakat desa tasik agung rembang sangat plural. Menurut narasumber kami selaku ketua RT di desa tersebut, tidak pernah ada konflik apapun yan g di dasari oleh perbedaan agama, Bahkan penganut dari setiap agama saling bahu membahu jika ada acara yang di dasarkan oleh agama. Contohnya jika hari raya Idul Fitri penganut agama lainpun ikut merayakan, begitupun sebaliknya.

Daftar pustaka

PENERAPAN KONSEP PERBEDAAN INDIVIDU DILIHAT DARI 4 SUDUT PANDANG DALAM PROSES PENDIDIKAN


Penerapan konsep perbedaan individu dilihat dari 4 sudut pandang dalam proses pendidikan.
1.      Perbedaan jenis kelamin dan gender.
Dilihat dari perbedaan gender karakteristik individu dalam proses pendidikan dapat dilihat dari perbedaan fisik yaitu sebagian perempuan lebih cepat matang dari pada laki-laki, tetapi laki-laki lebih kuat dari pada perempuan.dalam perbedaan fisik ini laki-laki lebih dominan dalam bidang kegiatan fisik. Kemampuan verbal perempuan cenderung lebih unggul dalam bidang yang berhubungan dengan verbal dan laki-laki cenderung lebih banyak bermasalah dalam penggunaan bahasa dalam proses pendidikan. Kemampuan spasial laki-laki lebih unggul dibanding perempuan dalam kemampuan spasial. Dilihat dari secara keseluruhan dan melalui penelitian yang dilakukan, bahwa laki-laki lebih unggul dalam bidang matematik dan sains, sedangkan wanita lebih unggul dalam bidang seni dan musik. Contoh dari perbedaan gender di dalam sekolah laki-laki lebih unggul dalam mendapatkan prestasi di bidang olahraga. Sedangkan perempuan lebih unggul dalam bidang seni, misal juara seni tari. Dari kesimpulan diatas membuktikan bahwa laki-laki dan perempuan adalah individu yang berbeda dari segi gender tapi dalam kenyataannya laki-laki dan perempuan masih bisa bersaing secara normal sebagai seorang siswa di dalam sekolah.
2.      Perbedaan kemampuan
Dilihat dari sudut pandang perbedaan kemampuan, kemampuan sering diartikan sebagai kecerdasan, dan para peneliti mengasumsikan bahwa kecerdasaan adalah kemampuan dalam belajar. Wechsler mengembangkan perbedaan kecerdasan menggunakan tes IQ yang dapat dipahami dari skor yang dihasilkan dari tes tersebut. Misal, ukuran IQ 90-109 digolongkan kedalam IQ menengah/ratra-rata. Sedangkan ukuran IQ 80-89 dikatagorikan dibawah rata-rata. Sedangkan kemampuan 110-119 dikatagorikan di atas rata-rata. Dan kelompok IQ di atas 140 hanya ada 1% dari populasi manusia. Dijelaskan bahwa kemampuan IQ diatas 130-140 dikatakan sebagai anak gifted, merekan memiliki kecerdasaan yang sangat luar biasa tetapi cenerung bermasalah dalam sosialisasi dengan orang lain. Oleh sebab itu anak gifted lebih sering terlibat dalam perkara kriminal, dikarenakan mereka secara emosional mereka kurang matang dan kurang motivasi. Menurut Renzulli (dalam munandar, 1999) anak gifted memiliki kemampuan umum diatas rata-rata, kreatifitas diatas rata-rata, dan komitmen terhadap tugas tinggi. IQ dibawah 70 disebut anak terbelakang. Ciri-cirinya dapat dilihat dari kemampuan verbal mereka yang buruk, lambat bergerak, perkembangan motorik yang lambat, sensor motoriknya tidak berfungsi dengan baik. Dari kesimpulan di atas dapat dijelaskan bahwa perbedaan individual juga dapat dilihat dari perbedaan kemampuan tiap-tiap individu yang menghasilkan kecerdasan yang berbeda dalam proses pendidikan.
3.      Perbedaan kepribadian
Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berfikir yang khas yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan (Atkinson,dkk). Bahwa kepribadian yang terbentuk dari berbagai macam situasi, kondisi, serta lingkungan yang berbeda sangat mempengaruhi perbedaan individu dalam bidang pendidikan. Dalam model big five, orang extroversion memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, penuh energi, serta memiliki emosi yang positif. Mereka cenderung lebih aktif di dalam proses pendidikan di dalam kelas. Agreebleness, anak tipe ini memiliki sifat pemikiran yang positif dan mudah bekerja sama dengan orang lain. Kemudian conscientiousness, an k tipe ini cenderung memiliki konsistensi yang tinggi, gigih, dan penuh perencanaan. Neoriticism, anak tipe ini memiliki emosi yang negatif, mereka memiliki interprestasi dalam kondisi yang biasa menjadi kondisi yang mengancam dan mudah sekali frustasi meski tingkatannya kecil, dan emosinya cenderung jangka panjang. Sehingga dalam proses belajar mereka mengalami kesulitan dengan teman yang lainnya. Opennes to experience, anak tipe ini cenderung lebih suka terhadap seni dan kecantikan, oleh karena itu mereka memegang keyakinan indiviualistik dan tidak konvensional.
4.      Perbedaan gaya belajar
Perbedaan gaya belajar juga mempengaruhi perbedaan individu dalam proses pendidikan. Contoh tipe anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi cenderung memiliki gaya belajar yang kurang baik yaitu dengan cara membaca sekilas materi-materi yang diberikanb oleh guru, tetapi dalam prosesnya mereka masih bisa bersaing dengan anak-anak yang memiliki gaya belajar yang rajin. Gaya belajar setiap individu berbeda-beda, dan menurut Horne (2005) terdapat gaya belajar yang berbeda, yaitu modalitas belajar, siswa dalam gaya belajar ini lebih memilih untuk melihat, mendengar, menyentuh terhadap apa yang dipelajari, kemudian belajar dengan otak kiri dan kanan. Siswa yang dominan dalam otak kanan memiliki kelemahan dalam visual dan non verbal, misal menggambar. Sedangkan siswa yang otak kirinya lebih dominan mereka lebih baik dalam proses pembelajaran visual. Lingkungan  belajar siswa memilih tempat / situasi yang mereka sukai untuk membantu proses pembelajaran. emosi belajar mempengaruhi stipe belajar siswa. Belajar konkrit dan abstrak, belajar konkrit memilih proses informasi/langsung mengalaminya, sedangkan belajar abstrak melalui simbol-simbol. Belajar global dan analitik, belajar global memilih untuk mengatagorikan secara luas semua informasi, sedangkan analitik mengamati secara detail.

SEJARAH PEMBENTUKAN MASYARAKAT INDONESIA



Sejarah Pembentukan Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh “Manusia Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
A. Masyarakat Kepulauan dan Diferensiasi etnik
Pada dasarnya, Indonesia adalah Negara Kepulauan. Kondisi geografis Indonesia terdiri dari kurang lebih 3000 pulau terserak di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur ke barat dan lebih dari 1000 mil dari utara ke selatan. Isolasi geografis yang demikian di kemudian hari mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau atau sebagian dari suatu pulau di nusantara ini tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang sedikit banyak terisolasi dari kesatuan suku bangsa yang lain. Tiap kesatuan suku bangsa terdiri dari sejumlah orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan emosional, serta memandang diri mereka masing-masing sebagai suatu jenis tersendiri. Dengan perkecualian yang sangat kecil, mereka pada umumnya memiliki bahasa dan warisan kebudayaan yang sama. Lebih daripada itu, mereka biasanya mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama, suatu kepercayaan yang seringkali didukung oleh mitos-mitos yang hidup didalam masyarakat.
Suku bangsa adalah golongan sosial yang dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya, karena mempunyai ciri-ciri yang paling mendasar dan umum yang berkaitan dengan asal usul, tempat asal, serta kebudayaannya. Ciri-ciri yang paling mendasar tersebut, antara lain kesamaan dalam hal ciri fisik, bahasa daerah, kesenian, dan adat istiadat. Secara garis besar suku bangsa masyarakat Indonesia diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Suku masyarakat Pulau Sumatra antara lain Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Melayu, dan sebagainya.
2) Suku masyarakat Pulau Jawa antara lain Sunda, Jawa, Tengger, dan sebagainya.
3) Suku masyarakat Pulau Kalimantan antara lain Dayak, Banjar, dan sebagainya.
4) Suku masyarakat Pulau Sulawesi antara lain Bugis, Makassar, Toraja, Minahasa, Toli-Toli, Bolang- Mongondow, dan Gorontalo.
5) Suku masyarakat di Kepulauan Nusa Tenggara antara lain Bali, Bima, Lombok, Flores, Timur, dan Rote.
6) Suku masyarakat di Kepulauan Maluku dan Irian antara lain Ternate, Tidore, Dani, dan Asmat. Dari keterangan-keterangan di atas terlihat betapa banyaknya suku bangsa yang dimiliki oleh Indonesia. Uniknya di antara suku bangsa yang beragam, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dasar persamaan. Seperti persamaan kehidupan sosialnya yang berdasarkan atas asas kekeluargaan, asas-asas yang sama atas hak milik atas tanah, asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat, dan asas-asas persamaan dalam hukum adat. 
Wilayah Indonesia berbentuk kepulauan. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan kesenian, suku bangsa, bahasa daerah, adat istiadat, dan unsure budaya. Kita mengenal suku bangsa Aceh, Minangkbau, Banjar, Dayak, Toraja, Sunda, Jawa, Bali, Maluku, dan Papua. Kita juga mengenal bahasa daerah, antara lain Aceh, Dayak, Bugis, Batak, Minangkabau, Toraja, Sunda, Jawa, Bali, dan Sasak. Saranapergaulan yang penting antarsuku bangsa berbeda-beda yang berfaedah untuk mempertahankan bangsa adalah sebagai berikut.
a). Bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pergaulan masyarakat.
b). Pasar sebagai tempat penukaran dan jual beli alat-alat kebutuhan hidup.
c). Pelabuhan debagai pintu masuk penyebaran barang-barang yang diperlukan masyarakat mengingat negara kita adalah negara kepulauan.
d). Kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi.
Di Indonesia terdapat ±250 jenis bahasa daerah, daerah hukum adat, aneka ragam adat istiadat, dan kebiasaan. Semua bahasa daerah dan dialek berasal dari sumber yang sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu Austronesia. Suku bangsa di Indonesia yang beraneka ragam budaya memiliki dasar persamaan sebagai berikur.
a). Persamaan kehidupan social yang berdasarkan asas kekeluargaan.
b). Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.
c). Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat, seperti adat istiadat dan perkawinan.
d). Asas-asas persamaan dalam hukum adat.
B. Perdagangan Laut dan Diferensiasi Keagamaan
Indonesia terletak di antara samudera Hindia dan samudera Pasific. Oleh karena letaknya yang strategis dan berada di jalur perdagangan dunia maka banyak sekali pedagang-pedagang dari luar Indonesia yang singgah di Indonesia. Sehingga budaya asing pun ikut masuk bersama para pedagang yang singgah di Indonesia. Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia berupa pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dari India sejak 400 tahun Sesudah Masehi. Pengaruh kebudayaan islam mulai memasuki masyarakat Indonesia sejak abad ke-13, akan tetapi baru benar-benar mengalami proses penyebaran yang luas sepanjang abad ke-15. Pengaruh agama Islam terutama memperoleh tanah tempat berpijak yang kokoh di daerah-daerah dimana pengaruh agama Hindu dan Budha tidak cukup kuat. Pengaruh reformasi agama Islam yang memasuki Indonesia pada permulaan abad ke -17 dan terutama pada akhir abad ke -19 itupun tidak berhasil mengubah keadaan tersebut, kecuali memperkuat pengaruh agama Islam di daerah-daerah yang sebelumnya memang telah merupakan daerah pengaruh Islam sementara itu Bali tetap merupakan daerah pengaruh agama Hindu. Pengaruh kebudayaan barat mulai memasuki masyarakat Indonesia melalui kedatangan Bangsa Portugis pada permulaan abad ke -16. Kegiatan misionaris yang menyertai kegiatan kedatangan mereka, dengan segera berhasil menanamkan pengaruh agama Katholik di daerah kepulauan Maluku. Ketika Bangsa Belanda berhasil mendesak Bangsa Portugis keluar dari daerah tersebut pada tahun 1600-an, maka pengaruh agama Katholik pun segera digantikan pula oleh pengaruh agama Protestan. Namun demikian, sikap Bangsa  Belanda yang lebih lunak di dalam soal agama jikalau dibandingkan dengan Bangsa Portugis telah mengakibatkan pengaruh agama Protestan hanya mampu memasuki daerah-daerah yang sebelumnya tidak cukup kuat dipengaruhi oleh agama Islam dan agama Hindu, sekalipun Bangsa Belanda berhasil menanamkan kekuasaan politiknya tidak kurang dari 350 tahun klamanya di Indonesia. Hasil final dari pada semua pengaruh kebudayaan tersebut kita jumpai dalam bentuk pluranitas agama di dalam masyarakat Indonesia. Diluar Jawa, hasilnya kita lihat pada timbulnya golongan Islam modernis terutama di daerah-daerah yang srategis berada di dalam jalur perdagangan Internasional pada masuknya reformasi agama Islam, golongan Islam konservative-tradisionalis di daerah-daerah pedalaman, dan golongan Kristen (Katholik dan Protestan) di daerah-daerah Maluku, NTT,Sulawesi Utara, Tapanuli, dan sedikit di daerah Kalimantan Tengah; serta golongan Hindu Bali (Hindu-Dharma) terutama di pulau Bali. Di pulau Jawa, kita jumpai golongan Islam modernis terutama di daerah-daerah Pantai Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan kebudayaan pantainya, serta sebagian besar Jawa Jarat; golongan Islam konservative-tradisionalis di daerah-daeah pedalaman Jawa Timur; dan glongan Islam nominal yang biasa disebut juga sebagai golongan”abangan”, terutama di daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta golongan minoritas Kristen yang tersebar hampir di setiap daerah perkotaan di Jawa.
Agama merupakan masalah esensial bagi kehidupan manusia. Hal ini

dikarenakan menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral atau yang disebut umat. Menurut Durkheim, agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal suci. Diferensiasi agama merupakan penggolongan masyarakat berdasarkan agama atau kepercayaan. Di Indonesia dikenal agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Selain itu, berkembang pula agama atau kepercayaan lain seperti Konghucu, aliran kepercayaan, dan kepercayaan-kepercayaan lainnya. Penggolongan tersebut bersifat horizontal dan bukan berdasarkan tingkatan atau pelapisan sehingga dalam diferensiasi sosial agama tidak ada status yang lebih tinggi atau rendah karena pada dasarnyasetiap agama memiliki status yang sama. Secara umum setiap agama mempunyai komponen-komponen yang selalu ada. Komponen-komponen tersebut antara lain :
mampu menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur
percaya.
seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib,
kosmologi, masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang,
dewa-dewa dan sebagainya.
1.      Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang
2.      Sistem keyakinan, yaitu bentuk pikiran atau gagasan manusia
3.      Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, dewa-dewa, dan roh nenek moyang.
4.      Tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, wihara, kuil, dan kelenteng.
5.     Umat, yaitu anggota salah satu agama yang merupakan kesatuan sosial.
Kebebasan menganut agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diatur dalam Pasal 29 UUD 1945. Di negara Indonesia tidak boleh ada sikap dan perbuatan antiagama, tidak boleh ada paham yang meniadakan Tuhan Yang Maha Esa. Perlu diingat bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Artinya, Indonesia bukan negara yang mendasarkan diri pada agama tertentu. Kebebesan memeluk agama merupakan hak yang paling asasi sebab kebebasan beragama di Indonesia wajib hormat-menghormati. Dengan demikian, akan terbina kerukunan hidup antar umat.
Supaya kita dapat mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa secara baik, hendaknya kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a). Kewajiban Hidup Manusia
1.  Kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Kewajiban terhadap sesama makhluk hidup, terutama pada sesama manusia
b). Karakter (Sifat Dasar) Bangsa Indonesia
Dasar bangsa kita adalah kekeluargaan dan musyawarah. Sifat-sifat seperti ramah-tamah, gotong-royong, suka menolong, tenggang rasa, dan toleransi bersumber dari sifat dasar itu. Dari kewajiban diatas, terwujudlah kewajiban manusia untuk:
1. Setia kepada bangsa dan negara.
2.  Membela negara.
3.  Menjunjung tinggi UUD 1945.
4.  Membela keadilan dan kebenaran.
5.  Menaati peraturan yang berlaku.
6.  Melaksanakan tugas negara sesuai dengan kemampuan masing-masing. 

Kamis, 29 November 2012

Sosiologi Pariwisata


"MALIOBORO"

“Malioboro is the main center of shopping place in Jogja. It lies along the city main street from Tugu Railway Station till kraton. At night, the stalls along the street selling souvenirs and small items, roll up and the evening “lesehan” begins. This is a Jaogja tradition where people sit out at night by gas-light on straw mat to chat, drink tea, eat snacks and enjoy the cool evening air.” Begitulah yang tertulis pada lembar kertas panduan wisata Jogja.
Jalan Malioboro atau masyarakat banyak mengenal dengan sebutan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Kraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, di sini anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.



Pada tanggal 12 Agustus 2012 wajah baru Malioboro tahap pertama resmi diluncurkan oleh Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X yang menyatakan bahwa, “Penataan kawasan malioboro perlu mengedepankan unsur manusiawi, salah satunya memberikan kenyamanan untk pejalan kaki yang ada di kawasan tersebut.”
Sultan menyatakan bersyukur bahwa penataan Malioboro yang telah dilakukan penataan dari ujung utara sampai simpang jalan Dagen tersebut sudah bisa mengembalikan kesadaran semua pihak untuk menata kota dengan mengedepankan unsure manusiawi. Hal itu dapat tercermin dari penataan malioboro secara vertikal dan horizontal. Penataan vertikal menyangkut pengembalian wajah bangunan budaya asli dengan membersihkan papan reklame melintang. Hal ini bertujuan menampilkan kembali serta melestarikan cagar budaya bangunan bergaya Hindis dan China yang jumlahnya mencapai puluhan.
Penataan horizontal berkaitan dengan penataan jalur lambat dan infrastruktur jalan untuk memperluas pemandangan. Berkaitan dengan keberadaan jalur lambat, mulai saat ini kecepatan kendaraan yang melintas Malioboro dibatasi maksimal 30 km/jam, penambahan pergola-pergola di jalur lambat untuk menaungi pedagang kaki lima yang ada di bawahnya sehingga tidak tersengat cahaya matahari atau penyediaan belasan zebra cross untuk mengamankan penyeberangan jalan, serta penambahan tanda-tanda atau simbol-simbol lalulintas.
Pemberian simbol-simbol lalulintas bertujuan agar para pengendara dapat lebih berhati-hati ketika melewati jalan malioboro dan dapat menghormati para pejalan kaki di daerah jalan malioboro. Simbol-simbol tersebut berguna sebagai alat komunikasi yang akan membangkitkan diri individu dalam hal ini adalah para pengendara yang melewati jalan malioboro untuk mematuhi simbol-simbol atau rambu-rambu tersebut.
Adanya pembaruan wajah malioboro yang salah satunya yaitu dengan penambahan rambu-rambu lalulintas menimbulkan berbagai komentar dari masyarakat yang mencari biaya penghidupan di jalan malioboro tersebut. Ada yang setuju dengan mengatakan bahwa malioboro kini lebih terlihat lapang dan tertata rapi serta adanya wajah baru malioboro tersebut menandakan bahwa kepedulian Sultan terhadap para PKL di jalan malioboro tersebut masih ada.
Sultan bisa dikatakan sebuah status yang merujuk pada posisi structural dalam sistem sosial yang memiliki peran yang lebih besar masyarakat Yogyakarta. Selain itu, sistem cultural yang ada di Yogyakarta sendiri juga mendukung untuk membuat masyarakat selalu taat dan patuh terhadap perintah Sultan yang dapat mewujudkan sebuah control sosial. Seperti contohnya, ketika Sultan memutuskan untuk mengubah wajah malioboro menjadi seperti saat ini sebagian besar masyarakat yang ada di malioboro tersebut setuju dan patuh terhadap apa yang telah Sultan tetapkan dan ini malioboro dengan wajah barunya masih tetap menjadi salah satu dari beberapa tempat tujuan utama wisata, baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.

Sumber:
http://librianacandraa.blogspot.com
 http://fauziep.blogdetik.com
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana 


Rabu, 28 November 2012

PROSES SOSIALISASI


R. Diniarti F. Soe’oed

I.         Pendahuluan
Tanpa sosialisasi masyarakat tidak dapat berlanjut pada generasi berikutnya. Sosialisasi merupakan proses transmisi kebudayaan antargenerasi, karena tanpa sosialisasi masyarakat tidak dapat bertahan melebihi suatu generasi.
Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial, karena tanpa interaksi sosial sosialisasi tidak mungkin belangsung. Menurut Vander Zande, sosialisasi adalah interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara-cara berpikir, berperasaan dan berperilaku, sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat (J.W. Zanden, 1979: 75).
Dari konsep tersebut dapat disimpukan bahwa melalui proses sosialisasi individu diharapkan dapat berperan sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Oleh karena itu barulah kita mengetahui betapa pentingnya sosialisasi itu dalam keberlangsungannya suatu masyarakat.
Individu dapat menjadi makhluk sosial dipengaruhi oleh faktor keturunan (heredity) atau alam (nature) dan faktor lingkungan (environment) atau asuhan (murture). Faktor keturunan adalah faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (ascribe) dan merupakan transmisi unsur-unsur dari orang tuanya melalui proses genetika; jadi sudah ada sejak awal kehidupan. Faktor ligkungan adalah faktor luar yang mempengarui organisme, yang mebuat kehidupan bertahan.
Sosialisasi dialami oleh individu sebagai makhluk sosial sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi maka diperlukan agen sosialisasi, akni orang-orang di sekitar individu tersebut yang mentransmisikan nilai-nilai atau norma-nomra tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen sosialisasi ini merupakan significant others (orang yang paling dekat) dengan individu, seperti orang tua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru atau instruktur, dan lainnya
Menurut tahapanya sosiaisasi dibedakan menjadi dua tahap, yakni sosialsasi primer, sebagai sosialisassi yang pertama dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi angota masyarkat. Dan sosialisasi sekunder yang didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakat

II.      SOSIALISASI SEBAGAI SUATU PROSES
Individu yang tadinya hanya sebagai mahluk biologis melalui proses sosialisasi, belajar tentang nilai, norma, bahasa, simbol, ketrampilan, dan sebagainya untuk diterima dalam masyarakat di mana ia berada.  Untuk menjadi anggota masyarakat yang ‘normal’ atau diterima di dalam masyarakat, diperlukan keampuan untuk menilai secara objektif perilaku kita sendiri dari sudut pandang orang lain. Kemampuan tersebut berarti seorang sudah memiliki apa yang dinamakan ‘self’ (diri). Ciri orang yang sudah memiliki ‘self’ adalah orang yang sudah mampu merefleksikan atau memberlakukan dirinya sebagai objek dan subjek sekaligus.
Dalam penjelasannya, Charles Horton Cooley memperkenalkan konsep ‘looking glass self’, di mana senantiasa dalam benak individu terjadi suatu proses yang ditandai oleh 3 tahap terpisah yaitu persepsi, interprestasi, dan respons.
Sedangkan menurut Herbert Mead, orang yang msudah memiliki ‘self’ dijumpai pada penguasaan bahsanya, yakni pada anak-anak yang sudah berusia lma tahun. Kemampuan untuk menganggap diri sebagia objek dan subjek secara sekaligus ini diperoleh dalam dua tahap yaitu Play Stage dan Game Stage.
Mead mengemukakan gagasan bahwa SELF mempunyai dua komponen, yaitu: I (faktor-faktor yang khas yang memasuki komunikasi kita dengan orang lain). Me (segi yang memberikan tanggapan pada konvensi-konvensi sosial (Karp dan Yoels, 1979: 40-41)
Kemampuan anak untuk mengabstrakkan peran-peran dan sikap-sikap dari Significant Othersnya (semua orang lain yang berarti) serta menggeneralisasikannya untuk semua orang, termasuk dirinya, disebut generalized other. Ketika baru lahir, individu tidak dapat memilih Significant Others, dan Significant Others cenderung memaksakan kehendaknya pada diri anak.

III.   Sosialisasi Pengalaman Sepanjang Hidup
Sosialisasi merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk sosial di sepanjang kehidupannya, dari ketika ia dilahirkan sampai akhir hayatnya bentuk-bentuk sosialisasi berbeda-berbeda dari setiap dari setiap tahap kehidupan individu dalam siklus kehidupannya. Dari setiap tahap sosialisasi, agaen sosialisasiya pun berbeda.
1.      Masa Kanak-Kanak
Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk emgajarkan pada anak-anaknya tentang kehidupan ini. Kewajiban tersebut adalah untuk membentuk kepribadian anak-anaknya.
Proses sosialisasi dapat digambarkan melalui kerangka A-G-I-L yang diperkenalkan oleh Talcott Parsons dalam menganalisis tindakan-tindakan sosial. Fase-fase tersebut yaitu Adaptation, Goal Attainment (Pencapaian Tujuan), Integration, dan Latent Pattern Maitenance tidak ada batasan yang jelas, karena merupakan suatu proses yang terjadi secara sinambung.
2.      Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa transmisi dari kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja dalam gambaran yang umum merupakan suatu periode yang dimuai dengan perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan pendidikan untuk tingkat menengah.
Dalam sosialisasi terdapat remaja ada suatu gejala yang disebut ‘reverse socialization’. Reverse socialization ini mengacu pada cara di ana orang yang lebih muda dapat menggunakan pengaruh mereka kepada yang lebih tua. Mengubah pandangan, cara berpakaian bahakan nilai-nilai mereka. Reverse socialization dapat dideskripsikan sebagai suatu hal di mana orang yang seharusnya disosialisasikan justru mensosialisasikan. Mead megatakan bahwa sosialisasi ini banyak terjadi pada masyarakat yang mengalami perubahan sosial dengan cepat.
3.      Masa Dewasa
Sosialisasi pada orang dewasa merupakan suatu proses di mana individu dewasa mempelajari norma, nilai dan peranan yang baru dalam lingkungan sosial yang baru pula. Proses belajar ini lebih intensif, belu tentu sama dengan nilai norma yang telah diperolehnya pada kesempatan sebelunya atau di lingkungan sosial yang lainnya mungki berbeda bahkan bertentangan dan proses ini disebut resosialisasi. Sosialisasi tersebut antara lain sosialisasi dalam dunia kerja, dalam perkawinan, dan sosialisasi untuk menjadi orang tua bagi anak-anaknya,
4.      Masa Tua dan Menuju Kematian

IV.   Sosialisasi Peran Menurut Jenis Kelamin (Gender-Role Socialization)
Dalam setiap masyarakat dan kebudayaan pasti ada perbedaan peran-peran individu yang diharapkan oleh masyarakat dari pria dan wanita.
Sebuah penelitia yang pernah dilakukan oleh Ny. Lever terhadap 181 anak-anak kelas menengah di Inggris, yang melihat perbedaan secara sistematis antara pria dan wanita dalam kegiatan bermain, antara lain contohnya, laki-laki bermain di laur ruah dalam satu tim, seperti olah raga, perang-perangan. Perempuan bermain sendiri di rumah dengan boneka.
Orang tua membedakan perlakuannya terhadap anak laki-laki dan anak perempuan dapat dijelaskan melalui tiga teori menurut Maccoby dan Jacklin dalam Scanzoni.
1.      Teori Imitasi (mengenai identifikasi awal seorang anak terhadap anggota keluarga yang jenis kelaminnya sama dengannya, dengan menirukan tingkah laku tertentu orang dewasa.
2.      Self Socialization anak akan berusaha mengembangkan konsep tentang dirinya dan juga mengembangkan suatu pengertian tentang apa yang harus dilakukan bagi jenis kelamin yang bersangkutan.
3.      Teori Renforcement (menekankan penggunaan sanksi berupa hukuman atau penghargaan.

V.      Pengaruh Perbedaan Kelas Sosial terhadap Sosialisasi Anak dalam Keluarga
Seperti yang dikategorikan oleh Bronfenbrenner dan Melvin Kohn bahwa ada dua bentuk sosialisasi antara lain sosialisasi yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan sosialisasi denga cara represif (repressive socialization), dan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi  (participatory socializarion).
Sosialisasi dengan cara represif berpusat pada orang tua karea anak harus memperhatikan keinginan orang tua, sedang pada sosialisasi yang partisipatori berpusat pada anak, karena orang tua memperhatikan keperluan anak.
Konsep kelas sosial menurut Melvin Kohn dalam studinya adalah pengelompokan individu yang menempati posisi yang sama dalam skala prsetis. Berdasarkan konsep tersebut Kohn membagi kelas sosial dalam empat golongan:
1.         Lower-class adalah pekerja manual yang tidak memiliki ketrampilan seperti buruh bangunan, tukang sapu jalan.
2.         Working-class adalah pekerja manual yang memiliki ketrampila tertentu, seperti tukag jahit, supir, tukang kayu, tukang batu.
3.         Middle-class adalah pengawai kantoran atau profesional, seperti guru, pegawai administrasi.
4.         Elite-class sama dengan middle-class hanya kekayaan dan latar belakag keluarga lebih tinggi.
Namun Kohn dalam penelitiannya hanya memandingkan kondisi yang ada pada dua kelas sosial, yaitu working-class (kelas pekerja) dan middle-class (kelas menengah).
Selain pola sosialisasi pertisipasi dan represif yang diperkenalkan oleh Bronfenbrenner dan Melvin Kohn, ada juga pola sosialisasi yang digunakan oleh orang tua dalam menanamkan disiplin pada anak-anaknya yang dikembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock (Hurlock, 172: 344:440) yang terdiri dari Otoriter, Demokratis, Permisif (bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak),.
Ada pula kecenderungan orang tua utnuk lebih menyukai atau lebih sering menggunakan pola tertentu, yang dalam penggunaanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor:
1.         Menyamakan diri dengan pola sosialisasi yang digunakan oleh orang tua mereka.
2.         Menyamakan pola sosialisasi yang dianggap paling baik oleh masyarakt di sekitarnya.
3.         Usia dari orang tua.
4.         Kursus-kursus.
5.         Jenis kelamin orang tua.
6.         Status sosial ekonomi.
7.         Konsep peranan orang tua.
8.         Jenis kelamin anak.
9.         Usia anak.
10.     Kondisi anak.

Penting pula diketahui bahwa ketika penanaman nilai-nilai dalam proses sosialisasi perlu diperhatikan 4 aspek yang terkait agar tujuan pendidikan tercapai yakni peraturan, sanksi berupa hukuman dan penghargaan, juga konsistensi (Hurlock, 1972: 395-401).
Jadi yang paling dianggap penting dair keempat faktor di atas adalah konsistensi, karena segala sesuatu yang konsisten seperti mengenai waktu, menerapkan hukuman, memberikan hadiah/penghargaan akan menjadikan segalanya sebagai peraturan, karean segala sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang engan konsisten akan menjadi pedoman/aturan.